Jumat, 31 Agustus 2007

Makanan Tradisonal Go International

angan anggap remeh produk makanan tradisional. Pasalnya, jika dikelola dengan baik, makanan khas kampung ini bisa menjadi produk ekspor, dan digemari oleh warga asing di luar negeri. Sekarang tinggal bagaimana mengemasnya. Perlu segera dipikirkan pengemasan yang berstandar internasional untuk produk-produk agro di Indonesia.

Bagi sebagian kalangan, mengonsumsi makanan olahan etnik atau tradisional sering dianggap ketinggalan zaman, gengsi atau bahkan sering disebut berselera rendah. Bahkan, di beberapa daerah asalnya, saat ini makanan olahan etnik, semacam rengginang, opak, kolontong, selai pisang, peuyeum, keripik singkong, dll, sudah mulai terdesak oleh berbagai makanan "modern" atau produk olahan impor.

Di tengah kondisi ini, ternyata sejumlah produk makanan olahan etnik dari berbagai daerah di Indonesia mendapat tempat di hati masyarakat luar negeri, khususnya Singapura. Pada Pameran Produk Agro Indonesia 2004 yang digelar di Singapura 24 – 26 September 2004 silam, membuktikan bahwa produk-produk makanan etnik Indonesia banyak disukai masyarakat di negeri Jiran itu.

Berbagai jenis makanan tradisional seperti opak conggeang Sumedang, keripik selai pisang Sukasenang Ciamis, dan rengginang Majalengka dari Koperasi Pondok Pesantren Jawa Barat, "ludes" dinikmati warga Singapura. Di arena Pameran Produk Agro (sayuran dan buah-buahan) Indonesia 2004, di negara itu, makanan tradisional itu menjadi perhatian warga Singapura.

Bentuk dan rasa, serta aroma yang unik dan khas dari ketiga makanan itu menjadi hal baru bagi warga setempat. Bahkan saat rengginang masih digoreng pun, banyak pengunjung yang tak sabar mengambil saat masih setengah matang. "Eh eta atah keneh, ulah waka didahar...! (Itu masih mentah jangan dulu dimakan)," teriak Eme Rosadi, pengusaha rengginang mengingatkan seorang pengunjung. Namun teriakan itu tak dihiraukan dan rengginang setengah matang itu dilahapnya.

Sehabis pameran, pesanan pun mengalir dari manajemen ritel National Trading Union Commitee (NTUC) Singapura kepada para pengusaha makanan etnik lokal. Pesanan tersebut sudah harus segera dipenuhi oleh ketiga pengusaha sebelum bulan Puasa.

Kehadiran produk makanan etnik Jawa Barat di Singapura, tak pelak lagi menambah keanekaragaman peredaran berbagai produk makanan etnik di negara lainnya di pasaran negara itu. Setidaknya, membuat produk makanan etnik asal Jawa Barat ikut bersaing dengan berbagai produk makanan lainnya di sana, yang selama ini didominasi etnik Cina dan Malaysia.

Dipromosikannya rengginang, opak, dan keripik selai pisang di Singapura, merupakan prakarsa Pemprov Jabar melalui Dinas Indag Agro. Selain sebagai upaya meningkatkan nilai tambah produk makanan olahan etnik Jabar, juga untuk mengangkat gengsinya sehingga mampu bersaing dengan produk etnik bangsa lain.

Pemilik usaha keripik selai pisang Sukasenang Ciamis, Tarwa Hadi menyebutkan, besarnya pesanan dari Singapura itu semakin membuka peluang bagi produk makanan lokal untuk memperluas pasar, khususnya selai keripik pisang. Selama ini, produk makanan itu memang sudah diedarkan pula ke Taiwan dan Hongkong, namun dengan dimasukinya pasar Singapura dinilai lebih strategis.

"Ini disebabkan perdagangan produk agro berikut makanan etnik olahannya di Singapura langsung ditangani pemerintah. Kami menjadi lebih percaya diri, apalagi dengan langsung ikut eksibisi tersebut," katanya.

Para pelaku usaha makanan olahan etnik Jabar menjadi lebih mengetahui langsung bagaimana sistem jaringan pemasaran di Singapura. Jika produknya dijual seperti yang sudah terjadi sebelumnya, akan sulit diketahui perkembangan serta sejauh mana pemasaran dan perdagangannya.

Namun, menurutnya, ini menjadi tantangan bagi para pelaku usaha industri makanan etnik untuk lebih inovatif, dan mencermati perkembangan selera pasar dengan membuat produk yang sesuai. "Walau merupakan makanan etnik lokal, tak ada salahnya membuat varian selera internasional," sambung Tarwa Hadi sambil menawarkan mencicipi selai pisang buatannya.

Soal diburunya waktu untuk memenuhi pesanan, menurut Tarwa Hadi, sejauh ini bukan masalah. Pasalnya, bahan baku pisang sangat banyak tersedia dan dapat diperoleh di sekitar Ciamis. Sedangkan bidang produksi hanya tinggal mengolahnya sampai menjadi makanan jadi.

Keterangan senada juga dilontarkan Dudang Adihana, pemilik "Opak Oded" Conggeang. Ia menyebutkan, salah satu inovasi yang sangat perlu dilakukan adalah lebih mampu membuat opak Conggeang dengan aneka rasa sesuai permintaan konsumen Singapura.

"Jika opak Conggeang selera masyarakat Singapura sudah mampu diproduksi dan banyak diedarkan, tentunya makanan ini menjadi produk internasional. Sebagian masyarakat tak akan lagi menganggap opak hanya sebagai makanan kampung," katanya.

Banyak efek positif yang ditimbulkan dengan ikut dipromosikannya makanan etnik Jabar di Singapura itu, yang secara umum mampu mengangkat gengsi produk makanan daerahnya. Sedikitnya, sebagai peluang agar produk makanan etnik Jabar menjadi tetap eksis di daerahnya sendiri dan bahkan lebih dikenal di luar negeri.

catatn dari http://agribisnis.deptan.go.id

3 komentar:

Unknown mengatakan...

pa oded pengusaha sukses adalah pengusaha anu saling memajukan pengrajin kecil sanes mematikan, ari kaperyogian ngangge kelompok tapi pemasaran ngamonopoli baik pasar maupun harga per we atuh euy tong hawek, oded pnynilai plus disamping raos oge ngandung vitamin "L" Licik, "C" Culas, "T" telengas langkung sae namina gentos ku Opak LCT

Herry mengatakan...

saya ingin mengetahui alamat dan nomor telefon tempat produksi opak oded di sumedang. kalau ada yg mengetahui dapat kirim ke herryafandi@yahoo.comn trims

elm mengatakan...

bener tuh, makanan indo kan enak2, harusnya bisa go international donk

----
thanks artikelnya....